Jumat, November 27, 2009

PAK TUA UMAR BAKRI

Cerpen Sambas Bara

 PAK TUA UMAR BAKRI

              Pak Tua Umar Bakri dengan tas kulitnya yang kian lusuh, sepeda kumbangnya yang telah lapuk dan tidak bisa dipakai kini jadi penghuni gudang belakang yang tak pernah ada isinya. Pak Tua tak lagi mengayuh sepeda tapi tiap hari Dia naik mobil angkutan untuk pergi mengajar di sekolah dan pulangnya kadang-kadang naik motor diantar temannya yang satu propesi itu. Pak Tua harusnya telah berhenti mengajar setelah usia pensiun itu, tapi karena ada sekolah yang sangat kurang tenaga pengajarnya di tepat temanya mengajar, Pak Tua terpanggil untuk diperbantukan mengajar di sana sebagai tenaga honorer. Lumayan untuk menambah penghasilan katanya karena dia masih punya anak sekolah yang masih kecil, dan uang pensiunya tak mencukupi untuk biaya hidup walaupun hanya untuk menyekolahkan anaknya yang masih di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Maklum Pak Tua kawinnya terlambat jadi di usianya yang telah senja ia masih punya anak yang masih kecil yaitu si Iwan, sedangkan dua kakaknya Iwan yaitu Nani dan Nina tidak ada yang sekolah tinggi, setelah lulus SD tidak melanjutkan lagi  dan beberapa tahun kemudian beruntun menikah tiap tahun karena usianya hanya selisih tiga tahun. Serta kini  telah sama-sama punya satu anak yang statusnya cucu Pak Tua atau keponakan Iwan.

            Pak Tua membuka tasnya, kebiasaan merokok telah ia tinggalkan setelah ia sadar bahwa merokok itu pemborosan. Mencarinya setengah mati sudah ada malah di bakar. Buku catatan ia buka untuk melihat pelajaran yang akan  diajarkan besok pagi. Setelah ia mempersiapkanya untuk esok hari, ia meneruskan pekerjaan dengan mengetik karya tulisnya untuk dikirimkan ke surat kabar daerah. Lumayan katanya untuk membeli  kopi yang menjadi teman setianya ketika ia menulis sebuah cerita dengan mesin ketiknya yang lapuk hingga larut malam.

            Malam itu Pak Tua merenungkan nasibnya yang telah sekian puluh tahun mengabdi pada bangsa, ribuan orang telah belajar padanya, banyak sudah yang jadi sarjana, banyak sudah yang jadi pegawai, dan  banyak pula pejabat yang tadinya murid Pak Tua, tapi ternyata belum begitu peduli pada propesinya itu.

            “Andai saja aku bisa hidup lama lagi, suatu saat harapan ini bisa tercapai, Aku berharap teman-teman guru di masa  yang akan datang tidak lah seperti sekarang, Aku hanya dengan seorang anak saja sudah begitu kewalahan untuk biaya sekolah ini.” Celoteh Pak Tua sambil membetulkan posisi kertas ketikannya.

 “Padahal  aku seorang guru, masa uang bulanan sekolah saja harus nunggak beberapa bulan. Belum lagi buku pelajaran yang harus dibeli dengan LKS-nya.” Gumamnya lagi sambil menarik napas panjang.

 “Dari dulu aku berpikir kalangan pendidik khususnya guru itu punya organisasi yang besar masanya, tiap peloksok ada, bahkan banyaknya melebihi Pegawai Negeri yang lain, tapi sungguh mengenaskan, karena kurang solidaritas yang terjadi sampai saat ini. Coba bayangkan lagi aku berpuluh tahun menjadi anggota Persatuan Guru di Republik ini dengan sebutan yang populaer PGRI, khususnya di tempat aku mengajar ini, ternyata kurang dukungan dari pihak tenaga pengajar atau dari kalangan guru yang mengajar di sekolah yang lebih tinggi. Sepertinya PGRI hanyalah organisasi guru SD yang kesejahteraannya masih minim, apa karena mungkin mereka sudah tidak butuh organisasi semacam ini lagi karena telah punya penghidupan yang lebih layak dari teman satu propesinya sebagai tenaga pengajar.” Pak Tua sepertinya bertanya pada pada dirinya sendiri dengan penuh penyesalan sambil meniupi kopinya yang masih panas lalu meminumnya sedikit demi sedikit.

 “Padahal untuk mencerdaskan bangsa ini aku telah berbagai macam cara agar anak-anak tidak putus sekolah dan bisa melanjutkannya ke jenjang yang lebih tinggi. Memacunya dengan berbagai kegiatan semua yang aku bisa, mungkin semua telah aku ajarkan.” Pak Tua menggumamnya dengan penuh kebanggaan.

  “Kalau saja ada dukungan atau solidaritas dari teman yang lainnya, aku mungkin tidak  akan seperti ini paling tidak bisa mengurangi beban yang aku pikul saat ini. Mungkin Iwan bisa sekolah di SLTP dengan tenang karena tidak tiap bulan di panggil ke ruang TU untuk menyelesaikian bayarannya yang selalu terlambat. Walaupun tidak gratis tapi mungkin ada dispensasi pengurangan bayaran sekolah karena mempunyai seorang bapak yang menjadi guru walaupun di Sekolah Dasar. Misalnya contohlah seperti  Masinis kereta api, aku punya teman yang anaknya masih kuliah di Jakarta. Tiap hari dia menggunakan jasa Kereta api karena Bapaknya membekali dengan sebuah kartu Anggota keluarga Besar Pegawai Kereta Api. Jadi kemanapun anaknya pergi menggunakan kereta api tidak usah repot untuk membayarnya. Disanalah terlihat kepeduliannya tehadap sesama satu propesi untuk saling membantu dan melindungi. Akan kah kita sebagai pegawai tenaga pendidik yang mengajarkan etika, sosial, budaya, kebersamaan, persatuan, ternyata masih tertinggal dalam sosialisasinya. Mereka yang ada di luar sana ternyata sangat peduli dengan propesi sesamanya seperti sopir, kondektur, dan masinis kereta.” Pak Tua mengerutkan keningnya kembali mengingat-ingat yang telah dialaminya.

 “Seperti yang terjadi tadi pagi ketika  naik angkutan kota kebetulan duduk di depan dengan seorang anak sekolah SMA, Aku menanyakan pada sopir kenapa anak sekolah itu tidak bayar ongkos ketika turun dari mobil apakah mungkin anaknya atau saudaranya, ternyata  ia adalah anak sopir angkutan kota juga yang sering naik mobilnya.”

“Ya begitulah Pak kalau hidup di jalan seperti itu, masih banyak rejeki dari yang lain, karena tidak tega menerima ongkos dari anak seorang sopir seperti saya. Jaman sekarang tahu sendiri, penghasilan sopir angkutan kota ini tak seberapa, masih untung teman saya itu bisa menyekolahkan anaknya ke SMA, bayarannya kan mahal masuknya saja tidak cukup uang sedikit padahal di sekolah negeri. Tidak seperi saya dulu sekolah negeri menjadi pilihan karena murah. Karena saya juga dulu pernah sekolah di SPG.” Kata sopir agak malu-malu.

“Kenapa tidak jadi guru saja kan sering ada pendaptaran guru ? “ aku bertanya untuk minta penjelasannya.

“Saya Pak, sudah lakukan itu semua, pernah juga saya ngajar di SD jadi sukwan untuk menunggu pengangkatan tetapi setelah testing ada empat kalinya saya tidak lulus, dan putuslah harapan saya karena usiapun saya sekarang hampir empat puluh mungkin untuk pendaptaran yang akan datang tidak akan di terima karena sudah tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi calon pegawai negeri.” Jawabnya penuh penyesalan.

Aku tidak bisa berkomentar banyak karena yang dialami sekarang ini tak lebih baik dari penghidupan seorang sopir angkutan kota.   Mungkin banyak lagi yang peduli seperti itu karena aku tidak terlalu bayak tahu tentang masalah di luar sana mungkin kesibukanku terlalu padat untuk menghidupi keluargaku ini. “ Pak Tua menyelesaikan  pekerjaannya dengan tekanan titik yang sangat keras, sepertinya kelelahan memikirkan semua itu.

            Malam makin larut, Pak Tua telah menghabiskan kopinya dalam gelas besar itu. Pengalamannya tadi pagi telah tertuang dalam kertas HVS dengan mesin ketik tua nya itu untuk diserahkan pada redaktur esok siang setelah ia pulang dari mengajar. Pak Tua merebahkan badan di samping istrinya yang telah lelap tidur dengan seberkas harapan, paling tidak ia tidak usah menunggu uang pensiunan bulan depan untuk mencicil Dana Sumbangan Pembangunan sekolahnya Iwan. Mungkinkah Pak Tua usianya sampai esok pagi, ataukah pengalaman tadi pagi dan harapannya hanyalah sebuah cerita terakhirnya, yang tertinggal dalam tas kulit Pak Tua Umar Bakri.***

Karawang, 12 April 2004

Kamis, September 17, 2009

1 Syawal 1430 H

KAMI SELURUH TENAGA GURU SDN PINAYUNGAN VIII MENGUCAPKAN SELAMAT IDUL FITRI 1430 H. "MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN" SEMOGA HARI YANG KAN DATANG LEBIH BAIK DARI HARI INI, KITA KEMBALI PADA FITRAH KITA

Rabu, Agustus 19, 2009

Kegiatan Ramadhan 1430 H

Buka Bersama Siswa di SDN Pinayungan VIII































Siti Rohmat sedang menyiapkan tazil untuk buka bersama












Guru dan Siswa sedang menyimak Tauziah Romadhan yang disampaikan oleh Hj. Aah sabah Nurjanah.











Teguh (Qori) & Aulia (Sari Tilawah)













Drs. Cecep Sumaedi sedang menyambut acara Kegiatan Romadhan siswa SDN Pinayungan VIII












Hj. Aah Sabah Nurjanah sedang memberikan Tauziah dalam kegiatan Ramadhan.

17 Agustus 1945-2009

Mengheningkan Cipta
Senin, 17 Agustus 2009

Kepala seraya menunduk,
Mata terpejam, pandangan jauh menembus batas kelopak mata
suara iringan lagu nyaris tak terdengar.
desingan peluru menembus barisan sang pejuang terdengar jelas
para pejuang berguguran seakan di depan mata
darah mengalir membasahi ibu pertiwi
barisan depan berjatuhan
barisan berikutnya tetap maju, tabu dengan kata takut
bambu runcing tetap semangat
menghadang mortir yang berdesing membidik sasaran
pahlawanku
kau layak menjadi suhada dihadapan yang kuasa
kau layak menghuni surga yang tuhan ciptakan
untukmu pahlawanku

Minggu, Agustus 16, 2009

Tantangan Guru Profesional dan Ideal di Era Global

oleh

SAMBAS


ABSTRAK

Guru merupakan ujung tombak dunia pendidikan. Keberhasilan pendidikan merupakan campur tangan baik secara langsung maupun tidak langsung dari para guru. Di jaman yang semakin maju dan mendunia seorang guru dituntut untuk menjadi seorang yang ideali dan profesional. Berbagai upaya dilakukan sehingga mampu menjadi guru sesuai dengan harapan seluruh pihak yang berkepentingan. Di era globalisasi panggilan jiwa untuk mengabdi menjadi seorang guru mesti diimbangi dengan berbagai kompetnsi yang harus dimiliki secara utuh seperti Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional dan Kompetensi Sosial.

Menjadi seorang guru tidak boleh menjadi pekerjaan sambilan, seorang guru harus menjadi sorang intelektual yang senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan persoalan yang dihadapi. Lengkap sudah kemuliaan seorang guru apabila profesi guru itu bisa dilakukan secara professional dan ideal di era global.

Kata kunci : Tenaga pendidik, kompetensi guru, profesional dan ideal.

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Alloh SWT yang senatiasa memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan sebuah makalah dengan judul “Tantangan Guru Profesional dan Ideal di Era Global”

Makalah ini ditulis sebagai langkah awal penulis melaksanakan tugas kelompok perkuliahan Teknik Menuis Karya Ilmiah di Universitas Terbuka UPBJJ Bandung Pokjar Karawang.

Dalam pelaksanaan penulisan makalah ini banyak pihak yang terlibat untuk memberikan bantuan baik secara moril maupun materil. Kami mengucapkan terima kasih Kepada : Ibu Dra. Hj. Nunuy Nurjanah, M.Pd yang telah memberikan bimbingan teknik menulis karya ilmiah, teman-teman kelompok kerja yang senantiasa melakukan kerjasama dengan baik.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mohon kritik dan sarannya yang membangun sehingga kami mampu untuk menjadi penulis yang sebenarnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi kalangan pendidikan

Karawang, April 2009

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Undang-Undang Sisdiknas No.2 Tahun 1989 Pasal 4)

Tujuan tersebut berkeinginan menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang semurna, bukan merupakan tugas yang gampang untuk dilakukan, atau bukan pula tugas yang harus diabaikan karena tidak mungkin. Tujuan tersebut merupakan tantangan bagi dunia pendidikan, khususnya guru yang menjadi ujung tombak, yang senantiasa bersentuhan langsung dengan peserta didik. Namun tantangan dunia pendidikan tersebut terbengkalai dalam belasan tahun, ibaratnya hanya sebatas selogan, visi dan misi yang tidak pernah tercapai, kemana arah perjalanan pun tidak begitu jelas, kebikajan selalu berganti hampir dalam setiap pergantian para birokrat di tingkat pusat. Guru hanya dianggap pekerja yang dituntut keikhlasannya karena tidak diimbangi dengan pasilitas yang memadai, dalam berbagai ilustrasi guru digabarkan sosok berpenampilan tidak lebih dari sederhana, kumal, miskin bahkan sering diperolokan.

Enam belas tahun berlalu baru ada pengakuan secara yuridis bahwa : Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Namun pengakuan sebagai professional belum dapat dirasakan oleh para guru secara menyeluruh, syarat dan ketentuan berlaku bagi guru yang ingin bersertifikat professional, karena hanya dengan cara tersebut adanya penghargaan yang formal.

Berbagai upaya dilakukan oleh para guru, dengan cara penyetaraan pendidikan, pendidikan dan pelatihan, bergabung dalam forum ilmiah, mengikuti seminar, kursus, dll, demi satu tujuan yaitu menjadi guru yang professional, yang memiliki empat kompetensi guru yaitu Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional dan Kompetensi Sosial. Tentunya itu menjadi langkah awal yang baik dalam dunia pendidikan,hingga akhirnya guru mampu menjadi tenaga pendidik yang professional dan ideal di era global.

Untuk itulah makalah ini kami susun sebagai bahan kajian khususnya bagi kelompok kami umumnya bagi para pembaca, sebagai guru kami harus mampu mengghadapi tantangan dunia pendidikan yang makin mengglobal.

1.2.Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang diuraikan di atas maka kami akan mengkaji hal-hal berikut :

1.2.1. Bagaimana menjadi Guru Professional dan Ideal

1.2.2. Upaya apa yang harus dilakukan untuk menjadi guru yang professional dan ideal di era global.

1.3.Tujuan

Dengan rumusan masalah yang ada maka kami akan mengemukakan beberapa tujuan dari makalah ini.

1.3.1. Mendeskripsikan Guru Professional dan Ideal

1.3.2. Guru menjadi tenaga pendidik yang professional yang mampu melakukan perubahan cara pandang lokal menjadi global

1.3.3. Guru menyadari adanya tantangan baru dalam dunia pendidikan setelah bersertifikat professional.

1.3.4. Guru tetap menjaga konsistensi sebagai pendidik.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Guru Profesional dan Ideal

Sesuai dengan UU RI No. 14 Tahun 2005 bahwa guru dituntut untuk memiliki Kompetensi, maksudnya adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Dalam kompetensi pedagogik yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi kepribadian yaitu kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Kompetensi tersebut memegang peranan penting dalam pembentukan seorang guru professional dan ideal yang menjadi tuntutan pada saat ini untuk mengimbangi perubahan jaman yang semakin modern.

Guru Profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya. Yaitu bahwa dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik untuk/dalam belajar. guru dituntut untuk mencari tahu terus-menerus bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar. Maka apabila ada kegagalan peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan penyebab kegagalan dan mencari jalan keluar bersama dengan peserta didik; bukan mendiamkannya atau malahan menyalahkannya (Baskoro Poedjinoegroho E, Kompas Kamis, 05 Januari 2006)

Guru memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam upaya membentuk watak bangsa dan mengembangkan potensi siswa dalam kerangka pembangunan pendidikan di Indonesia. Tampaknya kehadiran guru hingga saat ini bahkan sampai akhir hayat nanti tidak akan pernah dapat digantikan oleh yang lain, terlebih pada masyarakat Indonesia yang multikultural dan multibudaya, kehadiran teknologi tidak dapat menggantikan tugas-tugas guru yang cukup kompleks dan unik.

Oleh sebab itu, diperlukan guru yang memiliki kemampuan yang potensial untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan diharapkan secara berkesinambungan mereka dapat meningkatkan kompetensinya, baik kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, maupun professional.

Guru Ideal menurut Prof Herawati Susilo MSc PhD, pakar pendidikan Universitas Negeri Malang, ada enam kriteria guru ideal yaitu: Belajar sepanjang hayat, literat sains dan teknologi, menguasai bahasa inggris dengan baik, terampil melaksanakan penelitian tindakan kelas, rajin menghasilkan karya tulis ilmiah, dan mampu membelajarkan peserta didik berdasarkan filosofi konstruktivisme dengan pendekatan kontekstual.

Berdasarkan penjelasan di atas, kriteria guru ideal yang seharusnya dimiliki bangsa Indonesia era global yaitu:

Pertama, guru ideal adalah guru yang dapat membagi waktu dengan baik. Dapat membagi waktu antara tugas utama sebagai guru dan tugas dalam keluarga, serta dalam masyarakat dengan salah satu cara yaitu mengurangi waktu untuk istirahatnya.

Kedua, guru ideal adalah guru yang rajin membaca. Membaca tidak terikat waktu, ruang dan tempat. Tidak terikat waktu karena membaca dapat dilakukan kapan saja, bergantung keinginan dan waktu luang. Tidak terikat ruang karena membaca dapat dilakukan di ruang apapun, tidak perlu ruang khusus sepanjang tidak terganggu atau mengganggu pihak lain. Tidak terikat tempat karena membaca dapat dilakukan di tempat umum. Apakah guru memiliki budaya membaca? Berapa persen guru yang membaca kebijakan-kebijakan pemerintah yang tertuang dalam undang-undang maupun peraturan menteri yang terkait dengan profesi guru dalam dunia pendidikan? Apabila guru membaca hal tersebut di atas, maka mungkin tidak akan pernah dijumpai guru yang tidak lulus dalam mengikuti sertifikasi guru.

Guru selalu menuding bahwa minat peserta didik untuk belajar (membaca) sangat rendah. Bagaimana dengan minat membaca guru? Mungkin kita perlu memanfaatkan waktu untuk membaca saat antri pengambilan gaji di bank, di loket pembayaran listrik, rekening telepon, atau loket pembayaran rekening air. Bahkan memanfaatkan waktu untuk membaca saat di perjalanan dengan kendaraan umum.

Ketiga, Guru ideal adalah guru yang banyak menulis. Menulis juga tidak terikat ruang, waktu dan tempat. Pernahkah guru memanfaatkan waktu untuk menulis dalam jurnal mengajarnya di sela-sela kegiatan mengajar, sehingga yang dihadapi pada hari itu dapat menjadi sebuah rancangan penelitian atau bahkan sebuah artikel? Karena dengan menulis kita akan berada di mana-mana, karya tulis kita akan di baca oleh banyak orang dan dapat juga dimanfaatkan oleh orang lain sebagai sumber bacaan.

Keempat, Guru ideal adalah guru yang gemar melakukan penelitian. Cikal penelitian adalah adanya masalah. Seorang peneliti tidak akan percaya masalah dapat diselesaikan tanpa penelitian. Seorang guru akan selalu gelisah dengan prestasi dan proses belajar peserta didiknya sehingga guru akan terus memiliki budaya meneliti. Keempat kriteria sebagai tertulis di atas merupakan hal yang diperlukan bila seorang guru dapat dikategorikan sebagai guru ideal.

2.2.Guru Profesional Yang Mampu Melakukan Cara Pandang Lokal Menjadi Global

Globalisasi merambat pasti dalam beragam aspek kehidupan manusia. Dunia pendidikan pun tak luput dari pengaruhnya. Bidang ini sudah pasti harus melihat kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat dan tuntutan di masyarakat pun kian meningkat. Sebagai institusi pembelajaran, dunia pendidikan dituntut untuk menghasilkan sumber daya manusia yang handal serta mampu menjawab berbagai tantangan baru di masyarakat dan peradaban manusia yang mendunia.

Di era global, penidikan sudah tidak bisa dibatasi oleh ruang bahkan tempat di mana keberadaan peserta didik. Kebiasan mengajar guru dan siswa yang terlibat proses pembelajaran yang tadinya hanya sebatas di dalam kelas tetapi saat ini guru harus mampu menciptakan pembelajaran kontektual di mana lingkungan dan dunia nyata menjadi sarana pembelajaran.

Lebih dari itu guru harus mampu memandang bahwa dunia adalah bagian dari sebuah pembelajaran yang harus diketahui, dikuasi dan jadikan bahan ajar para peserta didiknya. Dengan berbagai pasilitas yang tersedia berupa kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi jarak dan waktu sudah tidak menjadi kendala untuk mengetahui sesuatu. Melalui pasilitas internet belahan dunia manapun bisa dicari dan diketahui dalam hitungan menit bahkan detik, kita bisa menghadirkan gambaran tentang sesuatu di alam nyata pada layar kaca atau LCD monitor komputer dengan jelas.

Cara pandang ini berlaku untuk guru semua jenjang pendidikan, guru sekolah dasar dan menengah sudah tidak harus dibedakan lagi, karena dituntut punya kompetensi yang sama walaupun ada beban yang berbeda. Apakah ada kendala untuk melakukan itu semua? Apakah perangkat teknologi canggih susah untuk dikuasai atau sekedar dioprasikan? Atau mungkin harga yang tidak bisa dijangkau semua kalangan, khususnya guru?

Sepuluh tahun yang lalu sebuah handphone adalah sebuah alat komunikasi yang canggih dianggap susah untuk dipergunakan, harga dianggap mahal karena tidak semua kalangan mampu untuk menjangkaunya. Tetapi sekarang handphone tidak lagi menjadi sesuatu yang dianggap susah dioprasikan semua kalangan bisa untuk memilikinya, anak-anak sampai manula bisa untuk mengoprasikannnya. Ini sebuah gambaran bahwa ketertarikan dan keinginan yang serius untuk mengetahui, memiliki sesuatu akan mengalahkan kecanggihan dan mahalnya harga.

Dengan demikian guru yang professional diharapkan mampu berpikir secara global dengan tidak menghilangan esensi lokalnya.

2.3.Guru Menyadari Adanya Tantangan Baru Dalam Dunia Pendidikan Setelah Bersertifikat Profesional

Pesatnya perkembangan ekonomi dan sosial ke depan tentu menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga pendidikan dan guru. Guru masa datang, menurut salah satu laporan OECD-UNESCO, harus memiliki kompetensi yang lebih profesional ketimbang eksistensi mereka saat ini (OE-CD, 2001). Tantangan ini jelas merupakan kenyataan yang tidak mudah bagi dunia pendidikan Indonesia, mengingat begitu banyaknya problematika guru dari mulai tingkat kesejahteraannya, kompetensi, profesionalitas, dan visi yang harus mereka tuju.

Penberian sertifikasi profsional guru merupakan langkah nyata pemerintah dalam menghargai sebuah pekerjaan mulia. Tetapi dengan penghargaan itu guru dihadapkan dengan tugas dan kewajiban yang semakin berat. Tentu cara pandang manusia bisa berbeda, dalam hal ini gurupun tidak semua mempunyai pandangan yang sama walaupun memandang obyek yang sama. Apabila pandangan itu melihat dari sudut yang positif maka apapun tugas dan kewajiban yang diberikan sejauh itu dilandasi dengan aturan yang jelas itu merupakan suatu tantangan yang mesti dihadapi dan diselesaikan.

Cukup mahal pemerintah memberikan finansial kepada seorang pendidik professional, maka guru diharapkan mampu untuk menghadapi tantangan baru khususnya menyangkut perkembangan teknologi dan informasi yang senatiasa merambat pasti pada area dunia pendidikan.

Tantangan profesionalisme guru pada saat ini adalah revolusi teknologi informasi yang harus mampu dipecahkan secara mendesak. Adanya perkembangan teknologi informasi yang demikian akan mengubah pola hubungan guru-murid, teknologi instruksional dan sistem pendidikan secara keseluruhan. Kemampuan guru dituntut untuk menyesuaikan hal demikian itu. Adanya revolusi informasi harus dapat dimanfaatkan oleh bidang pendidikan sebagai alat mencapai tujuannya dan bukan sebaliknya justru menjadi penghambat. Untuk itu, perlu didukung oleh suatu kehendak dan etika yang dilandasi oleh ilmu pendidikan dengan dukungan berbagai pengalaman para praktisi pendidikan di lapangan.

Perkembangan teknologi (terutama teknologi informasi) menyebabkan peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan akan mulai bergeser. Sekolah tidak lagi akan menjadi satu-satunya pusat pembelajaran karena aktivitas belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran guru juga tidak akan menjadi satu-satunya sumber belajar karena banyak sumber belajar dan sumber informasi yang mampu memfasilitasi seseorang untuk belajar.

2.4.Guru Tetap menjaga Konsistensi Sebagai Pendidik

Dalam menjalankan tugas sebagai seorang professional guru diharapkan menjadi sosok yang konsisten terhadap tugas yang diembannya. Mampu menghargai waktu dalam melaksanakan tugasnya, mampu membedakan mana tugas dan kepentingan pribadi, mampu menempatkan diri sesuai dengan tugas dan jabatannya. Menjaga kode etik pendidik, serta mampu melaksanakan empat kompetensi yaitu Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional dan Kompetensi Sosial

Di lingkungan pendidikan khususnya disekolah konsistensi seorang guru sangat dominan dalam mewarnai karakter dan prilaku siswa, guru harus menjadi tauladan bagi siswa-siswanya. Kejujuran menjadi pelajaran yang tidak perlu penjelasan. Sejarah masa lampau tentang sikap dan prilaku telah membuktikannya bahwa pelajaran yang paling berharga adalah suri tauladan sebagai mana yang dicontohkan para Nabi, Rosul, Sufi, atau Para Wali dan Ulama. Pendidikan sangat erat sekali dengan hal itu, kecanggihan dan modernisasi teknologi tidaklah berarti apabila proses pendidikan itu tidak berhasil sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional. Namun apabila mampu melakukan itu berarti guru sudah mampu menjadi seorang pendidik professional yang konsisten.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Profesionalisme seorang guru atau tenaga pendidik tidak hanya dibuktikan dengan sehelai sertifikat walaupun itu syah secara hukum, sertifikat hanyalah pengakuan secara yuridis, di lapangan tidak membuktikan bahwa guru tersebut telah memenuhi kualifikasi pendidik yang memiliki 4 (empat) kompetensi pendidik, karena dalam pemilihannya menggunakan aturan yang mendesak yang disesuaikan dengan pertimbangan kemanusiaan bukan semata-mata kualitas. Bahkan malah sebaliknya di kalangan guru banyak yang sudah memiliki kompetensi sesuai dengan UU RI No. 14 Tahun 2005 tetapi belum mendapatkan sertifikat professional pendidik.

Ini mungkin menjadi sebuah kajian bahwa dunia pendidikan kita masih perlu waktu untuk membenahinya sehingga mampu menciptakan hasil sebuah pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional.

Sebagai guru jangan dijadikan sebuah alasan atas ketidak puasan sebuah kebijakan sehingga tidak lagi konsisten sebagai pendidik, tetapi jadikan sebuah tantangan guru harus mampu menunjukan professional dan ideal yang mampu dihargai cecara moral dan secara hukum. Pertanggungjawaban seorang guru bukan hanya sekarang, sebagai penganut agama tentu ada penghidupan lain yang menuntut tanggungjawab atas apa yang telah dilakukannya selama menjalankan tugas sebagai manusia.

.

3.2. Saran

Tujukan sikap pendidik yang sesuai dengan professional dan ideal, ciptakan kecanggihan teknologi dan informasi menjadi sebuah sarana untuk mempermudah pembelajaran demi tercapainya tujuan pendidikan. Mampu meciptakan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

DAFTAR PUSTAKA

Chotimah, Husnul.2008. Menelusuri Kriteria Guru Ideal Abad 21. Malang : Koran Pendidikan Online, Senin, 19 Mei. Dapat diakses pada URL:

http://www.koranpendidikan.com/artikel/805/menelusuri-kriteria-guru-ideal-abad-21.html

Karsidi, Ravik. 2005. Profesionalisme Guru dan Peningkatan Pendidikan di Era Otonomi Daerah, Seminar Nasional Pendidikan : Dewan Pendidikan Kabupaten, Wonogiri, 23 Juli

Mulyasa, 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Poedjinoegroho, Baskoro. 2006. Guru Profesional, Adakah? Opini : Kompas Online 05 Januari. Dapat diakses pada URL:

http://64.203.71.11/kompas-cetak/0601/05/opini/2341110.htm

Supriyako, Ki. 2003. Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan Berkelanjutan, Seminar Pembangunan Hukum Nasional : Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, Denpasar 14-18 Juli

Undang-Undang RI nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: BP. Media Pustaka Mandiri

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.2 Tahun 1989 Pasal 4

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003

Yudiantini, Eka. 2008. Menjadi Pendidik Yang Konsisten. muda-fasion.com 19 Nopember. Dapat diakses pada URL:

http://www.muda-fashion.com/teacher-corner/89-menjadi-pendidik-yang-konsisten.html